Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Menjadi Orang Tua Adalah Ujian Kedewasaan Sesungguhnya

Menjadi orang tua adalah ujian kedewasaan sesungguhnya... Jangan berharap segala sesuatu bisa berjalan sesuai dengan harapan dan rencana. Bersiaplah selalu untuk menghadapi kejutan-kejutan, baik kejutan pahit maupun manis... karena hal itu pasti akan terjadi... PASTI! Berharap si kecil sudah bisa berjalan tepat di usia 1 tahun... ternyata tidak. Berharap si kecil sudah lancar dan jelas bicaranya di usia 2 tahun... ternyata belum. Berharap si kecil selalu menurut dan manis di depan kita... ternyata yang ada selalu penolakan dari mulut kecilnya. Sebaliknya, Ketika kita mengira si kecil akan kesulitan naik sepeda roda tiga... ternyata dia begitu cepat menguasai mainan barunya. Ketika kita mengira si kecil akan rewel ketika bertemu orang banyak... ternyata dia cukup nyaman. Ketika kita mengira si kecil tidak bisa makan sendiri... ternyata dia begitu cepat menguasai makanannya sendiri.

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan

Curhat Kecil Ketika Anak Sakit

Tuhan memang mengadakan segala sesuatu bukan tanpa tujuan. Lewat kuasa-Nya, demam pun ternyata ada fungsinya. This is one of the reasons I refuse to give fever reducer to my kid when he is sick.  Intinya, demam itu mekanisme tubuh untuk menyerang virus penyebab sakit, karena virus tidak tahan dengan suhu tinggi. Buru-buru menurunkan suhu tubuh justru akan menghambat proses penyembuhan itu sendiri.

Berurusan dengan Anak Kinestetik

Baru menemukan artikel di bawah ini dari suatu website luar, dan baru sadar bahwa anak pertama saya, Rei, sesungguhnya memang tipe anak kinestetik. Inilah penjelasannya kenapa dia: Tidak bisa duduk diam dalam waktu yang lama di manapun dia berada ( A child who has a kinaesthetic learning style cannot just sit still ) Selalu ingin mencoba benda baru tanpa menunggu penjelasan dulu tentang cara menggunakannya ( cannot just sit still and wait for information to be given. They surpass in finding out things for themselves without any needs for guidance. ) Selalu ingin tahu cara bekerja suatu benda atau mainan. Itulah kenapa mainan di rumah banyak yang dibongkar sampai tidak berbentuk lagi ( he or she is fond of tinkering with toys, trying to find out how they work ) Tidak pernah protes kalau diajak pergi ke manapun, bahkan ke tempat-tembat yang tidak ada mainan di situ (mis. toko baju), tapi dia tetap bisa menghibur dirinya sendiri dengan berlari-lari atau bermain dengan benda apa s

Membangun Trust & Menjaga Hubungan Baik dengan Anak

Tulisan ini merupakan kelanjutan dari tulisan  Kontroversi Pola Asuh Tidak Pernah Marah dan Berkata "Jangan" Kalau ingin anak kita berkembang menjadi anak yang positif, menjadi orang tua yang otoriter bukanlah solusinya. Memarahi dan menghukum anak hanya akan membuat anak menjadi takut pada orang tuanya; takut ketahuan, takut dihukum, dsb., tapi tidak mendidik dan memberi pengertian yang sesungguhnya pada anak. Malah bisa jadi nanti anak jadi suka berbohong dan melakukan perbuatan sembunyi-sembunyi dari orang tuanya. Mengasuh anak adalah suatu proses timbal balik, bukan hanya satu arah dari orang tua ke anak. Ini sama saja membangun Trust dua arah antara orang tua dan anak. Tidak pernah memarahi dan tidak pernah berkata "jangan" saja tidak cukup, perlu usaha dan tekad untuk membangun hubungan baik dengan anak secara konsisten dan berkesinambungan. Saya menemukan bahwa kalau kita bisa menjaga hubungan yang baik dan Trust  dua arah dengan anak sudah terbangun,

Kontroversi Pola Asuh Tidak Pernah Memarahi dan Berkata "Jangan" ke Anak

Konsep pola asuh yang tidak pernah memarahi dan tidak pernah berkata "jangan" kepada anak sepertinya memang masih dianggap sesuatu yang aneh dan tidak biasa. Beberapa kali saya mendapat respon yang tidak terduga ketika saya mengungkapkannya kepada orang lain. Padahal menurut saya ini pola asuh yang masuk akal, ilmiah, positif, dan sesuai fitrah anak-anak. Pernah suatu hari saya menceritakan hal ini kepada teman sekantor, yang kebetulan juga punya anak laki-laki seumuran anak saya. Reaksi dia adalah, "Ah, itu mah anak kamu saja yang memang dari sananya penurut." Di lain waktu teman saya lainnya malah bilang bahwa cara ini adalah cara didik dari barat dan tidak sesuai dengan ajaran agama. Hmm oke (tarik nafas dulu sebentar).

The Reasons I Chose This School

This article is not intended to persuade or to convince anyone. It's just a note to myself as to remembering my decision in choosing the education that I feel right for my kids. First of all, I didn't choose this school because of its "International School" tag. In fact, the "International" tag had made my doubts in the beginning. It all started from my long contemplation of the education system that I went through all my life. It's about the curriculum. Basically, I feel the conventional curriculum no longer sufficient for future competitiveness, as the learning is a one-way instructional from teachers to students. It doesn't help motivate and develop creative way of thinking and stimulate the excitement of learning. The conventional curriculum puts too much emphasis on academic and too much pressure on students, it is even doing more damage to them. When kids feel pressurised, their brain cells stop to grow.

School Time is Coming!

Yeay... school time is coming! Today, we just attended PSTIC, Parent-Student-Teacher Initial Conference, at the new school that we enrolled to for our first son, Rei (3 years 8 months old). We're so excited about it, because we've been waiting for a year to finally be able to enrol him to this school. He is the same excited as we are. This is the kind of school that I could only dream of I could ever go to. If only this kind of school existed as I was a kid. I fell in love with it since the first time I attended its open house about one and a half years ago. It's so different than other schools. It's not about the facility per se, I've seen better than this. It's about the curriculum, and how they view child's development in very detail. They apply the so called "Active Learning" curriculum. I know that the jargon is common nowadays in other comparable schools. But I can say that they implement "true" active learning, because it's

Anak-Anakmu (by Khalil Gibran)

Selalu suka membaca puisi Khalil Gibran yang satu ini. Membuat saya selalu ingat dan berpikir kembali mengenai keberadaan dan misi saya di dunia ini sebagai orang tua. Anak adalah berkah dari Tuhan yang terindah. Mereka lahir ke dunia bukan untuk kita omeli setiap hari, tapi kita asuh dengan penuh cinta dan doa. Namun juga bukan untuk kita manja setiap hari, tapi kita didik untuk kelak menjadi orang yang tegar, bijak, dan membawa keberkahan bagi sekitarnya. Anak juga sekaligus adalah ujian. Ujian apakah kita bisa lebih sabar. Ujian apakah kita bisa lebih bijaksana. Ujian apakah kita bisa selalu bersyukur dalam kondisi apapun. Ujian apakah kita bisa menjadi manusia yang lebih baik setiap harinya. Dan ujian apakah kita bisa selalu tawakal kepada-Nya. Sebagai hamba Allah yang yang kelak akan kembali kepada-Nya, saya merasa tidak berhak untuk berlaku tidak baik, keras, maupun kasar kepada anak, karena mereka adalah titipan-Nya yang harus kita jaga sebaik-baiknya.

Ketika Anak Bertanya Tentang Allah

Baru nemu tulisan yang banyak di-share di FB. Penjelasannya bagus dan cukup masuk akal. Sekarang si kecil belum tanya-tanya masalah begini. Mudah-mudahan nanti masih ingat cara jawabnya kalau suatu hari dia tiba-tiba bertanya :) KETIKA ANAK BERTANYA TENTANG ALLAH Allah itu Siapa? Utamanya pada masa emas 0-5 tahun, anak-anak menjalani hidup mereka dengan sebuah potensi menakjubkan, yaitu  rasa ingin tahu yang besar. Seiring dengan waktu, potensi ini terus berkembang (Mudah-mudahan potensi ini tidak berakhir ketika dewasa dan malah berubah menjadi pribadi-pribadi “tak mau tahu” alias ignoran, hehehe). Nah, momen paling krusial yang akan dihadapi para orang tua adalah ketika anak bertanya tentang ALLAH. Berhati-hatilah dalam memberikan jawaban atas pertanyaan maha penting ini. Salah sedikit saja, bisa berarti kita menanam benih kesyirikan dalam diri buah hati kita. Nauzubillahi min zalik, ya…

Melawan Mitos Tentang Pengasuhan Anak (Part 2)

Ternyata banyak hal-hal yang selama ini dianut dan dipahami oleh orang tua dalam hal mengasuh anak adalah pemahaman atau mitos yang salah. Celakanya, mitos-mitos tersebut sedikit banyak menghambat perkembangan anak, bahkan bisa sangat merugikan. Selama lebih dari 3 tahun menjadi seorang ayah, hal-hal tersebut satu per satu mulai terungkap. Dari hasil pengalaman pribadi dengan anak saya sendiri, dan juga hasil mengumpulkan info dari sana sini, saya menyimpulkan hal-hal di bawah ini adalah pemahaman atau mitos yang salah. Ini merupakan sambungan dari  Part 1 4.  Picky eater adalah keturunan dan tidak bisa dicegah Mitos : Sifat picky eater atau pilih-pilih makanan adalah keturunan dan tidak bisa dicegah. Kalau orang tuanya dulu cenderung picky eater , ada kemungkinan anaknya pun demikian.

Melawan Mitos Tentang Pengasuhan Anak (Part 1)

Ternyata banyak hal-hal yang selama ini dianut dan dipahami oleh orang tua dalam hal mengasuh anak adalah pemahaman atau mitos yang salah. Celakanya, mitos-mitos tersebut sedikit banyak menghambat perkembangan anak, bahkan bisa sangat merugikan.  Selama lebih dari 3 tahun menjadi seorang ayah, hal-hal tersebut satu per satu mulai terungkap.  Dari hasil pengalaman pribadi dengan anak saya sendiri, dan juga hasil mengumpulkan info dari sana sini, saya menyimpulkan hal-hal di bawah ini adalah pemahaman atau mitos yang salah.   1.      Bayi harus mulai makan banyak menginjak usia 6 bulan   Mitos : Ketika bayi menginjak usia 6 bulan, bayi harus mulai makan banyak karena asupan ASI sudah tidak cukup lagi memenuhi gizi anak.

Perlukah Punya Anak Pemenang?

Satu lagi tulisan dari Ayah Edy yang bisa jadi bahan renungan orang tua, dan ternyata sejalan dengan yang saya percaya selama ini. Sering saya mempunyai pemikiran, tapi tidak bisa secara gamblang saya ungkapkan apa dan kenapanya. Tulisan Ayah Edy sering kali membukakan mata saya, dan membuat saya berteriak "aha!". Kali ini masalah perlukah anak bersaing dan berkompetisi menjadi pemenang? Mau sedikit cerita. Rei sampai sekarang belum punya piala apapun, dan belum pernah memenangkan lomba apapun. Selain memang di sekolah maupun lingkungannya tidak pernah mengadakan lomba apapun, kami juga tidak mengejar dan mencari-cari untuk mengikutkan Rei dalam lomba-lomba.

Hal-hal Kecil Yang Membuat Saya Bahagia

Tadi malam di rumah sepulang saya dari kantor… Rei : “Pa, ini buat Reivano ya?” (sambil main mobil-mobilan yang baru saya beli online) Saya : “Iya, buat Rei” Rei : “Bagus banget. Terima kasih ya pa” *sambil nyengir lebar, diulang ngomong gitu sampai 2-3x Saya: “Oh iyaa… sama2” Selesai main… Rei : “Diberesin dulu mainannya pa” Langsung masuk-masukin sendiri semua mobil-mobilannya ke tas mainan, ditutup rapi, dan ditaruh di pinggir lemari Menjelang tidur…

Kalau Anak Sakit, Info Yang Sangat Berguna dan Penting

Yang namanya anak sakit, pasti bikin bingung dan sedih. Masih inget waktu pertama kali anak demam dulu di umur 6 bulanan. Sampai dibela-belain ijin gak masuk kantor karena mau jagain anak dan bawa ke dokter. Kalo masuk kantor pun pasti kepikiran (#alibi). Saya sendiri lebih senang tidak sedikit-sedikit kasih obat kalau anak sakit. Memang kita seolah jadi tenang kalau kasih obat, tapi efeknya seringkali hanya sementara (suhu tubuh turun sementara, batuk reda sementara, dll.), tapi penyakit malah lebih lama perginya. Tentu bukan berarti anak dibiarkan, tapi kita tetap ambil tindakan-tindakan yang diperlukan, hanya saja bukan bergantung pada obat-obatan. Di bawah ini ada gambar-gambar yang saya dapat dari Internet yang sangat berguna bagi orang tua untuk menghadapi anak yang sedang sakit. Pelajaran-pelajaran penting yang saya dapat selama ini tentang anak sakit:

Analogi Sekolah dan Komputer

Saya suka mengikuti tulisan-tulisan Ayah Edy, karena sangat membuka pikiran dan wawasan sebagai orang tua. Pemikiran-pemikirannya masalah pendidikan dan pengasuhan anak banyak yang sejalan dengan apa yang saya pikirkan (bahkan yang belum pernah terpikir oleh saya). Di bawah ini ada satu tulisan tentang sekolah untuk anak. Saya tidak tahu siapa ahli komputer yang dia sebut di situ, tapi analogi yang disampaikan cukup masuk akal. Saya sendiri sudah lama mempertanyakan masa-masa saya sekolah dulu, yang menurut saya sangat membosankan dan tidak menyenangkan. Namun hasilnya untuk bekal berjuang di kehidupan nyata sangat-sangat jauh. Banyak sekali bekal hidup sesungguhnya yang tidak saya dapat dari sekolah, meskipun nilai-nilai sekolah saya dulu cukup baik. Alhasil saya betul-betul struggle ketika pertama kali saya lepas dari bangku pendidikan dan harus mandiri, alias bekerja. Saya dulu berpikir nilai yang baik di sekolah adalah segalanya, tapi saya salah.

Lagi-lagi Tentang Susu Sapi

Satu lagi artikel yang mengungkapkan tentang kebohongan susu sapi. Sebetulnya masih percaya gak percaya apakah fakta ini benar adanya. Tapi semakin lama semakin masuk akal. Di Indonesia, kepentingan industri lah yang berhasil menutup-nutupi fakta yang sebenarnya tentang susu sapi, karena Indonesia merupakan lahan subur untuk susu formula dan UHT. Berkaca dari pengalaman pribadi dengan anak sendiri, memang banyak terjadi perubahan kondisi anak dari yang tadinya minum susu sapi lebih dari 1 liter sehari, dan sekarang dikurangi menjadi hanya seperempatnya. Dari yang tadinya sering sakit dan gampang sekali muntah, sekarang lebih sehat dan tidak pernah muntah lagi. Kalau ada yang bilang tubuh anak jadi tinggi karena minum susu sapi, pengalaman pribadi saya dulu berkata lain. Saya dan abang saya sama-sama konsumsi susu sapi ketika kecil, malah mungkin saya lebih doyan susu sapi ketimbang abang saya. Tapi kenyataannya, abang saya tinggi besar, sementara saya sampai sekarang masih seg

Kehidupan Seperti Apa yang Kita Ingin Anak Jalani?

Puisi dikutip dari buku "Hypnotherapy for Children", buku karya penulis Adi W. Gunawan (ahli dan praktisi hipnoterapi) Anak Belajar dari Kehidupan yang Mereka Jalani Bila seorang anak hidup dengan kritik, Ia belajar untuk menyalahkan. Bila seorang anak hidup dengan kekerasan, Ia belajar untuk berkelahi. Bila seorang anak hidup dengan ketakutan, Ia belajar untuk menjadi penakut. Bila seorang anak hidup dengan rasa benci, Ia belajar untuk tidak menghargai hidup. Bila seorang anak hidup dengan ejekan, Ia belajar menjadi pemalu.

Tantangan: Tidak Pernah Marah dan Berkata "Jangan" Pada Anak

Yup, sejak anak pertama saya (Rei) lahir sampai sekarang umur 3,5 tahun, saya belum pernah memarahi dan berkata "jangan" ke dia. Saya sama sekali tidak pernah membentak, meneriaki, atau sekedar menghardik "Hayo!". Bahkan saya tidak pernah memarahinya ketika dia sedang berulah atau berbuat salah. Mungkin pernah beberapa kali saya sedikit lepas emosi, tapi saya selalu berusaha meredam dan tidak menunjukkannya kepada anak. Saya juga tidak pernah melarang atau berkata "Jangan" untuk apapun yang dia lakukan. Ini memang polah asuh yang saya pilih. Dari membaca sana-sini, saya berkesimpulan dan akhirnya berjanji kepada diri sendiri bahwa saya tidak akan memarahi dan "melarang" anak, setidaknya sampai dia berumur 7 tahun. Tentu bukan berarti saya membiarkan dan memanjakan anak, justru dengan pola asuh seperti ini saya selalu mengontrol dan mengarahkan si anak, namun bukan dengan cara menekan si anak. Kalau di barat sana, inilah yang dinamakan " Po

School Has To Be Fun!

Remembering those days when I was a kid... I never thought Kindergarten was fun…. I never even thought school was fun at all. School was like a big burden on my shoulder that I was being pushed to carry, out of an obligation as a kid. Sometimes the push felt a bit harsh too. I realised today that it was probably the reason why I didn’t fully develop myself, besides academically. All we were measured was just by scores, which somehow I managed to ‘escape’ most of the time. That old paradigm, "As long as your academic scores are good, then you're okay," had turned out to drag me down.

Ikut Seminar Money Mastery Game Bersama Tung Desem Waringin

Dengan niat mencari ilmu demi perencanaan keuangan untuk masa depan keluarga, hari Minggu kemarin, 26 April 2015, saya iseng ikut seminar bertajuk "Money Mastery Game" yang dibawakan oleh motivator terkenal Tung Desem Waringin (TDW). Sudah lama saya mendengar nama besar TDW, dan banyak yang bilang seminarnya bagus, bahkan konon orang rela antri untuk ikut. Makanya saya jadi penasaran. Apalagi disebut seminar ini diperuntukkan bagi yang mau meningkatkan penghasilannya... Wow, mata saya langsung hijau! Di hari H, saya datang ke lokasi seminar di Gajah Mada Plaza, Jakarta, di Wedding Hall lantai 7 (saya juga baru tahu kalau di GM Plaza ada Wedding Hall). Pesertanya ternyata lumayan banyak, mungkin hampir 500 orang. Seminar dijadwalkan mulai jam 9 pagi dan selesai jam 5 sore.  Tapi ternyata seminar molor belum selesai juga sampai lewat jam 5 sore. Saya memutuskan untuk pulang jam 5.30, karena sudah tidak ada yang menarik menurut saya. Terus terang seminar ini tidak sesuai denga

Because One Day Mommy, I Won't Be This Small

I came across this very beautiful poem that got me melted into tears (for real). I was at the office at the time, and I was like trying to hide my tears from my colleagues. It reminds me to always enjoy and appreciate every moment spent in caring for my children, through all the good and rough moments, and to always be grateful to have them. They will all just grow too fast, and one day we will miss those moments all too soon. For my beloved and the best children in the world, Rei and Kelvin. "I won't always cry, mommy, when you leave the room And my supermarket tantrums will end too soon I won't always wake daddy, for cuddles through the night And one day you'll miss, having a chocolate face to wipe. You won't always wake to find my foot is kicking you out of bed Or find me sideways on your pillow, where you want  to lay your head You won't always have to carry me, in asleep from the car Or piggy back me down the road when my little

Hypno-parenting, Apakah Itu?

Mau share sedikit tentang Hypnoparenting... Mungkin banyak orang tua yang kerap merasa anaknya sulit sekali diajak bekerja sama dan berkomunikasi. Sudah dilarang berulang kali, tapi si anak masih tetap saja melakukannya. Ujung-ujungnya orang tua menganggap anaknya susah diatur dan nakal. Sejatinya, tidak ada anak yang nakal, hanya saja mereka belum mengerti. Yang ada adalah mungkin cara berkomunikasi orang tua ke anak yang selama ini salah. Hypno-parenting comes to the rescue :) Teorinya, manusia itu 88% pikirannya dikendalikan oleh pikiran bawah sadar, dan hanya 12% saja dikendalikan oleh pikiran sadar. Pikiran sadar terdiri dari fungsi analitikal, rasional, memori jangka pendek, dan kemauan. Sementara pikiran bawah sadar berisi kepercayaan ( belief ), nilai ( value ), kebiasaan, memori jangka panjang, kepribadian, intuisi, dan persepsi. Pikiran sadar sendiri baru terbentuk sejak manusia berumur 3 tahun, dan

Wish List For My Second Child, Kelvin

Pengalaman adalah guru terbaik. Your best teacher is your last mistakes. Belajar dari pengalaman dengan anak pertama, Rei, beserta segala kekurangan dan kesalahan yang kami lakukan, saya berharap untuk anak kedua, Kelvin, kami bisa menerapkan pengasuhan yang lebih baik. Bukan berarti dengan Rei gagal ya, tapi semata-mata supaya segala sesuatu yang baik bisa dimulai lebih awal, dan hasilnya juga bisa lebih baik dan optimal. Karena itu, saya sengaja membuat wish list ini untuk Kelvin: Gak minum susu formula sama sekali. Bayi hanya butuh ASI, bukan susu sapi. Jangan bilang "Jangan" atau "No no". Hypnoparenting, afirmasi positif. Baby led weaning (BLW). Yup, pengen banget, supaya si kecil mau makan banyak buah dan sayuran, juga mendapat efek-efek positif lainnya. No TV and gadget until 2 years old. Komunikasi face to face lebih banyak membantu bayi berkembang dan cepat bicara. Dan berikut ini penjelasannya: