Pengalaman adalah guru terbaik. Your best teacher is your last mistakes.
Belajar dari pengalaman dengan anak pertama, Rei, beserta segala kekurangan dan kesalahan yang kami lakukan, saya berharap untuk anak kedua, Kelvin, kami bisa menerapkan pengasuhan yang lebih baik. Bukan berarti dengan Rei gagal ya, tapi semata-mata supaya segala sesuatu yang baik bisa dimulai lebih awal, dan hasilnya juga bisa lebih baik dan optimal.
Karena itu, saya sengaja membuat wish list ini untuk Kelvin:
1. Gak Minum Susu Formula Sama Sekali
Sekarang saya percaya satu-satunya susu yang penting dan wajib untuk anak hanyalah ASI. Susu sapi atau yang lain sifatnya hanya sebagai makanan selingan, dan tidak ada keharusan atau kewajiban sama sekali untuk bayi minum susu sapi setelah berhenti dari ASI ekslusif, kecuali lanjut dengan ASI itu sendiri (sampai umur 2 tahun). Bahkan konsumsi susu sapi cenderung punya efek negatif ke anak.
Pengalaman dengan Rei yang sangat heavy konsumsi susu sapinya:
4. No TV and Gadget
Waktu mengasuh Rei dulu, sebetulnya kita udah tahu kalo tontonan tv punya pengaruh buruk ke perkembangan anak. Dan kita sempet gak memberi tontonan tv sampai umur Rei sekitar 1 tahunan. Tapi yang kita gak tahu adalah kalo gadget ternyata punya pengaruh yang lebih buruk. Salahnya kita (saya) justru mengenalkan iPad terlalu dini ke Rei waktu dia baru umur beberapa bulan saja. Alhasil di umur 1 tahunan dia sudah jadi addicted dengan iPad, dan efek buruknya Rei jadi kurang terlatih motorik dan juga kemampuan berkomunikasi/bicaranya.
Sampai suatu hari kita dibuat cukup shock ketika Rei ditolak masuk ke salah satu sekolah karena dianggap perkembangannya masih kurang, terutama komunikasinya, dan gadget dituding sebagai penyebabnya. We learned the hard way!
Jadi untuk Kelvin rencananya adalah:
Belajar dari pengalaman dengan anak pertama, Rei, beserta segala kekurangan dan kesalahan yang kami lakukan, saya berharap untuk anak kedua, Kelvin, kami bisa menerapkan pengasuhan yang lebih baik. Bukan berarti dengan Rei gagal ya, tapi semata-mata supaya segala sesuatu yang baik bisa dimulai lebih awal, dan hasilnya juga bisa lebih baik dan optimal.
Karena itu, saya sengaja membuat wish list ini untuk Kelvin:
- Gak minum susu formula sama sekali. Bayi hanya butuh ASI, bukan susu sapi.
- Jangan bilang "Jangan" atau "No no". Hypnoparenting, afirmasi positif.
- Baby led weaning (BLW). Yup, pengen banget, supaya si kecil mau makan banyak buah dan sayuran, juga mendapat efek-efek positif lainnya.
- No TV and gadget until 2 years old. Komunikasi face to face lebih banyak membantu bayi berkembang dan cepat bicara.
1. Gak Minum Susu Formula Sama Sekali
Sekarang saya percaya satu-satunya susu yang penting dan wajib untuk anak hanyalah ASI. Susu sapi atau yang lain sifatnya hanya sebagai makanan selingan, dan tidak ada keharusan atau kewajiban sama sekali untuk bayi minum susu sapi setelah berhenti dari ASI ekslusif, kecuali lanjut dengan ASI itu sendiri (sampai umur 2 tahun). Bahkan konsumsi susu sapi cenderung punya efek negatif ke anak.
Pengalaman dengan Rei yang sangat heavy konsumsi susu sapinya:
- Jadi susah makan. Paradigma jaman dulu, gak apa-apa kalo gak mau makan, yang penting minum susu. Sebetulnya terbalik, anak gak mau makan karena sudah kebanyakan susu. Mungkin juga jadi malas makan karena susu dengan dotnya lebih gampang dan nyaman buat dia. Indera perasanya juga jadi kurang terlatih, akibatnya jadi cenderung picky eater.
- Gampang sakit. Masih ingat dulu waktu masih konsumsi susu formula, hampir setiap bulan Rei selalu sakit. Tapi waktu dia berhenti konsumsi susu formula (karena gak mau lagi), dia sempat gak sakit selama beberapa bulan. Sayang karena lanjut heavy di susu UHT (sampai 2 liter sehari), jadi balik lagi daya tahan tubuhnya turun.
- Telat bicara. Sedikit banyak ini mungkin karena pengaruh kebanyakan susu, karena sampai umur 1 tahunan Rei belum terlatih makan makanan yang agak keras. Masih sering bubur, dan nasi pun masih harus yang lunak. Padahal umur 1 tahun harusnya makanannya sudah sama dengan orang dewasa. Akibatnya otot mulutnya jadi kurang terlatih, dan efek juga ke kemampuan bicaranya.
- Gampang muntah. Kata dokter, pencernaannya kurang terlatih atau kurang berkembang baik karena lebih sering minum susu ketimbang makan.
Perbaikan yang terjadi setelah Rei dikurangi drastis konsumsi susunya:
- Dulu Rei doyan makan paling banter seminggu lamanya, setelah itu balik lagi susah makan, dan susahnya bener-bener susah. Masih inget hampir tiap hari selalu usaha beli mie, daging, atau bubur ta-wan supaya dia mau makan. Sekarang, Alhamdulillah udah jauh lebih stabil nafsu makannya. Setiap hari udah mau makan banyak, biarpun hanya masakan rumah. Kecuali kalo lagi sakit ya.
- Terakhir Rei sakit bulan Januari 2015. Sekarang udah masuk bulan April 2015, Alhamdulillah Rei masih sehat terus, berarti udah 3 bulan. Sebelumnya setiap bulan selalu deg-degan karena Rei ada aja sakitnya, paling sering flu dan batuk.
- Dulu keselek dikit pasti muntah. Sekarang biarpun keselek pas lagi makan, Alhamdulillah Rei gak muntah. Paling cuma perlu minum air putih, abis itu langsung bisa lanjut makan lagi.
- Kalo diperhatiin, dulu waktu masih punya kebiasaan minum susu sebelum tidur, Rei tidurnya sering banget gelisah, bolak balik sana sini, bahkan mengigau. Malah pernah ada suatu masa dia selalu kebangun malam-malam karena mau muntah (muntah susu). Kasihaan banget. Ternyata setelah kebiasaan minum susu sebelum tidurnya hilang, tidurnya jauuuhhh lebih anteng dan kelihatan lebih nyenyak. Malah kadang semaleman tidurnya satu posisi aja gak ke mana-mana. Alhamdulillah, jadi lebih sehat pastinya.
Kalo udah begini, masih percaya sama susu sapi?
Pengennya minimal susu formula gak sama sekali. Kalo memang mau tambahan susu, nanti aja susu UHT setelah 1 tahun ke atas, itupun hanya sebagai camilan. Lebih baik membiasakan anak doyan makan buah dan sayuran, ketimbang susu sapi.
2. Jangan Bilang "Jangan!"
Udah belajar hypno-parenting, ya dipraktekin terus donk. Untuk anak kedua, maunya bisa dari awal. Udah jelas dan udah merasakan sendiri kalo hypno-parenting itu bukan sekedar teori. It really works!
Aturannya jelas, orang tua dilarang bilang "tidak boleh, jangan, no no" atau bahasa negatif lainnya. Tapi selalu kasih arahan atau afirmasi positif ke anak. Fokus pada apa yang BOLEH dilakukan anak, bukan pada apa yang TIDAK BOLEH dilakukan anak. Dengan demikian kita memberikan pengarahan ke anak, bukan larangan. Otak anak pun konon jadi lebih berkembang baik dengan cara ini, ketimbang pakai kata "jangan" yang cenderung jadi "memasung" pikirian. Terus juga harus rajin kasih sugesti atau afirmasi positif.
Dulu Rei waktu bayi sering banget dibilangin "No no" waktu mulai eksplor sana sini. Efeknya yang paling kelihatan, kata pertama yang bisa dan paling sering dia ucapkan adalah "No no", tapi jadi nurut sih enggak. Akhirnya kita kerepotan sendiri karena dia jadi punya kata favorit untuk menolak.
Success story paling besar pertama dengan hypno-parenting adalah waktu menyapih Rei dari ASI. Tanpa kekerasan, tanpa drama, tanpa nangis, tanpa rengekan-rengekan, dan berhasil! Memang butuh waktu sampai 3 minggu. Tapi Yes, it really worked! Dan yang lebih penting adalah tidak merusak bonding antara ibu dan anak.
Banyak pengalaman lain kalo hypno-parenting itu memang bisa. Pengalaman simpel lain waktu Rei suka pegang-pegang kemaluannya sehabis mandi. Mamanya waktu itu biasanya langsung bilang "No no pegang2 burung", tapi malah justru Rei makin menjadi. Akhirnya saya coba kata-katanya diganti, saya bilang "Tangannya pegangan kasur aja ya" atau "Tangannya di sini aja ya", dan benar Rei langsung teralihkan.
Memang makin ke sini prakteknya makin susah, karena semakin besar, ada kecenderungan anak kadang suka melakukan hal yang justru bertentangan dengan yang kita bilang. Tapi bukan berarti hypno-parenting salah dan harus dibuang, tapi memang ada trik-trik lain dalam mempraktekkannya, antara lain harus rajin kasih afirmasi/sugesti positif ketika anak dalam kondisi trance (mis: sedang nonton tv, bermain, mau tidur, dsb.).
3. Baby Led Weaning
Satu kata... pengen, pengen, pengen banget nerapin ini (eh lebih dari satu kata ya).
Berkaca pada pencapain Rei sekarang yang mendapat pola asuh makan konvensional, alias berawal dengan makan puree dan disuapin sampai sekarang, hasilnya:
- Sangat picky eater, gak mau buah dan sayuran sama sekali.
- Susah sekali diajak mencoba makanan baru. Mau makannya yang udah familiar aja.
- Meskipun sekarang bicaranya udah banyak, sempat terpikir mungkin Rei agak telat bicara karena otot rahang dan mulutnya kurang terlatih karena sampai umur 1 tahun lebih masih makan yang lunak-lunak. Memang sih, mulai bicara umur 1,5 tahun itu jamak di anak-anak lain juga. Tapi masalahnya butuh waktu lama untuk Rei bisa bicara dengan pengucapan jelas, bahkan sampai sekarang di umur 3 tahunan.
- Sampai sekarang Rei kalo dikasih makan sendiri masih suka bermain-main dengan makanannya. Misalnya diremas-remas dengan tangan, atau dimain-mainkan dengan sendok. Kalau ada orang lain makan juga sering curious dan ingin ambil alih sendok/garpunya. Ini sebetulnya karena selama ini Rei tidak/kurang dikasih kesempatan untuk mengeksplorasi sendiri makanannya. Karena paradigma orang tua jaman dulu: makan harus rapi, bersih, dan habis. Akhirnya Rei tidak punya kesempatan. Padahal sebetulnya anak butuh untuk eksplorasi makanannya sendiri. Selain supaya lebih mengenal makanan, juga melatih motoriknya.
Metode Baby Led Weaning membiarkan bayi mengikuti nalurinya sendiri dalam hal makan. Bayi itu sendiri yang akan makan dan menentukan kapan mulai, apa, seberapa banyak, dan kapan dia harus berhenti makan. Jadi bukan dengan disuapi dan makan puree. Banyak referensinya kalo kita googling.
Harapannya dengan menjalankan BLW:
- Anak gak jadi picky eater, mau makan apa aja (yang sehat), termasuk biasa makan buah dan sayuran.
- Gak takut untuk mencoba makanan baru, karena udah terbiasa mengeksplor dan menghadapi makanan baru sendiri.
- Otot rahang dan mulut lebih terlatih sejak dini, semoga bisa bikin lebih luwes untuk berbicara.
- Motorik halus lebih terlatih, karena dari kecil sudah terbiasa belajar menyentuh, memegang, menggenggam, dan merasakan berbagai tekstur. Efeknya ini bisa banyak dan besar banget.
- Bisa lebih mandiri. Dari bayi udah bisa makan sendiri, kan enak, gak repot.
- Makan jadi kegiatan menyenangkan buat si anak. Jadi gak perlu lagi ada drama susah nyuapin makan ke anak.
- Makan dan nyiapin makanannya jadi lebih gak repot, karena menu BLW sepertinya lebih sederhana. Setelah umur 1 tahun malah mungkin makanannya bisa sama dengan yang ortunya makan, jadi gak perlu masak terpisah.
Tapi memang tantangannya besar untuk jalanin BLW ini. Tantangan pertama, pasti dapet tentangan dari orang yang biasa mengasuh Kelvin di rumah. Tapi wajar sih, karena untuk jalanin BLW ini ortu musti sedikit "tega" sama anak. Metode ini memang belum populer di Indonesia.
Orang tua harus siap menghadapi hal-hal berikut kalo jalanin BLW:
- Makan pasti berantakan dan berceceran. Jangan harap si anak bisa duduk manis dan makan dengan rapi. Tapi ini wajar, namanya juga bayi masih belajar, dan kita gak boleh melarang atau memarahi anak. Salah satu tipsnya, makan di high chair dan di bawahnya dikasih koran-koran yang banyak, biar bersihinnya gampang.
- Awal-awal anak sepertinya hanya bermain-main saja dengan makanan, dan makannya mungkin sangat sedikit. Jangan harap si anak langsung makan dan habis dengan cepat. Tapi jangan khawatir, karena itu bagian dari eksplorasi si bayi akan makanan. Dan konon 2 bulan pertama fase MPASI (umur 7-8 bulan) sebetulnya bayi baru dalam fase belajar makan jadi belum perlu makan yang banyak. Asupan utama bayi di umur itu masih lah ASI. Yang penting jangan dipaksa anak memasukkan makanan ke mulutnya. Konon dengan nalurinya bayi akan tahu kapan dia lapar dan butuh makan, dan kapan dia kenyang dan berhenti makan.
- Anak mungkin kerap tersedak di awal-awal proses belajar makannya. Tapi ortu harus percaya bahwa itu adalah bagian dari si bayi belajar makan, dan bayi sebenarnya punya kemampuan yang luar biasa untuk belajar. Konon bayi itu sangat pintar, sekali tersedak dia akan belajar bagaimana agar tidak tersedak lagi selanjutnya. Tantangannya adalah ortu musti "tega" untuk memberi kesempatan pada anak. Jika tidak diberi kesempatan, tentu bayi tidak akan pernah belajar.
Kalo orang tua jaman dulu pasti udah gak tahan dan maunya langsung nyuapin anaknya biar cepat selesai, makannya banyak, dan rapi. Memang harus ada perubahan paradigma besar-besaran dalam hal ini. Tapi belajar dari pengalaman Rei dulu, minggu pertama MPASI malah demam, dan diagnosa dokter pencernaannya kaget karena langsung dikasih makan banyak. Masih ingat dulu hari-hari pertama makan Rei langsung disuapi banyak makanan dan harus habis. Tidak ada kesempatan baginya untuk adaptasi dan bereksplorasi dulu. Kasihan.
Benar-benar berharap bisa lebih baik untuk anak kedua dalam hal ini. Efek positif BLW tidak hanya dalam hal makan, tapi juga pengaruh dalam hal kemampuan bicara, motorik, kemandirian, dan perkembangan otaknya.
4. No TV and Gadget
Waktu mengasuh Rei dulu, sebetulnya kita udah tahu kalo tontonan tv punya pengaruh buruk ke perkembangan anak. Dan kita sempet gak memberi tontonan tv sampai umur Rei sekitar 1 tahunan. Tapi yang kita gak tahu adalah kalo gadget ternyata punya pengaruh yang lebih buruk. Salahnya kita (saya) justru mengenalkan iPad terlalu dini ke Rei waktu dia baru umur beberapa bulan saja. Alhasil di umur 1 tahunan dia sudah jadi addicted dengan iPad, dan efek buruknya Rei jadi kurang terlatih motorik dan juga kemampuan berkomunikasi/bicaranya.
Sampai suatu hari kita dibuat cukup shock ketika Rei ditolak masuk ke salah satu sekolah karena dianggap perkembangannya masih kurang, terutama komunikasinya, dan gadget dituding sebagai penyebabnya. We learned the hard way!
Jadi untuk Kelvin rencananya adalah:
- Tidak memberikan tontonan TV, minimal sampai umur 1 tahun atau sampai bisa berjalan.
- Tidak memberikan gadget, terutama iPad, sampai batas yang tidak ditentukan. Minimal sampai komunikasinya jelas.
- Mengutamakan aktifitas yang interaktif, banyak melibatkan komunikasi dua arah dan bertatap muka. Karena ternyata bayi belajar bicara bukan hanya dari mendengar, tapi dari melihat gerakan bibir orang dewasa.
- Mencari aktifitas yang banyak melatih motorik halus dan kasar. Mungkin lebih sering ajak ke playground, atau menggambar.
Penutup
Itu semua di atas adalah harapan-harapan saya untuk anak kedua, Kelvin. Yang menjadi masalah adalah bagaimana menyamakan visi dengan orang-orang yang nanti menjadi pengasuhnya, karena sayangnya ujung tombak pelaksanaan bukan ada di saya. Mungkin juga akan banyak kompromi pada pelaksanaannya. Tapi saya benar-benar berharap ini bukan hanya sekedar menjadi wish list belaka.
Komentar
Posting Komentar