Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2017

Child Empowerment

Saya percaya setiap anak secara naluriah punya kemampuan untuk belajar sendiri secara mandiri sejak ia lahir ( self-learning ). Seorang anak punya kemampuan luar biasa untuk belajar dari setiap kesalahannya sendiri, tanpa perlu ada yang memberitahunya ( self-taught ). Sayangnya, sering kali orang tuanya sendirilah justru yang menjadikan kemampuan itu memudar seiring anak beranjak besar. Bagaimana tidak. Orang tua kerap terlalu takut dan tidak rela membiarkan anaknya melakukan kesalahan, alias cenderung over-protective . Ketimbang melihat si anak jatuh akibat mencoba turun sendiri dari kasur, orang tua lebih senang memegangi si anak. Ketimbang melihat si anak sedikit tersedak akibat mencoba makanan baru, orang tua lebih senang tidak memberikan makanan itu. Ketimbang melihat anaknya menangis, orang tua lebih senang membantu anak dalam segala hal.

Berkompromi Dengan Si Kecil 'Negosiator'

Anak pertama saya (5 tahun) bisa dibilang adalah tipe negosiator. Banyak sekali hal dan kegiatan sehari-hari yang menjadi proses tawar menawar dengannya. Mau mandi sekarang atau nanti, makan sekarang atau 30 menit lagi, tidur sekarang atau 5 menit lagi, bereskan mainan sekarang atau 5 menit lagi, mau makan dulu atau mandi dulu. Itu contoh sebagian dari tawar menawar itu. Dia juga tipe yang keras dengan pendiriannya, dan bisa mengarahkan apa yang menjadi maunya. Menghadapi anak seperti ini tidak hanya harus punya urat sabar yang panjang, tapi juga harus punya akal yang lebih panjang lagi. Kalau kita bersikap otoriter, malah justru akan membuat kondisi semakin kacau, karena pasti akan sering timbul konflik antara orang tua dan anak yang bisa membuat hubungan menjadi tidak sehat.