Langsung ke konten utama

Kehidupan Seperti Apa yang Kita Ingin Anak Jalani?

Puisi dikutip dari buku "Hypnotherapy for Children", buku karya penulis Adi W. Gunawan (ahli dan praktisi hipnoterapi)


Anak Belajar dari Kehidupan yang Mereka Jalani

Bila seorang anak hidup dengan kritik,
Ia belajar untuk menyalahkan.

Bila seorang anak hidup dengan kekerasan,
Ia belajar untuk berkelahi.

Bila seorang anak hidup dengan ketakutan,
Ia belajar untuk menjadi penakut.

Bila seorang anak hidup dengan rasa benci,
Ia belajar untuk tidak menghargai hidup.

Bila seorang anak hidup dengan ejekan,
Ia belajar menjadi pemalu.


Bila seoarang anak hidup dengan rasa malu,
Ia belajar merasa bersalah.

Bila seorang anak hidup dengan perasaan iri,
Ia belajar menjadi iri hati.

Bila seorang anak hidup dengan berbagi,
Ia belajar kemurahan hati.

Bila seorang anak hidup dengan toleransi,
Ia belajar menjadi sabar.

Bila seorang anak hidup dengan dukungan,
Ia belajar kepercayaan diri.

Bila seorang anak hidup dengan pujian,
Ia belajar untuk menghargai.

Bila seorang anak hidup dengan penghargaan,
Ia belajar untuk mempunyai tujuan hidup.

Bila seorang anak hidup dengan rasa adil,
Ia belajar tentang keadilan.

Bila seorang anak hidup dengan rasa aman,
Ia belajar memiliki kepercayaan diri.

Bila seorang anak hidup dengan persetujuan,
Ia belajar menyukai diri sendiri.

Bila seorang anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan,
Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Jika Anda hidup dalam ketenangan dan kebahagiaan,
Anak anda akan hidup dengan pikiran yang damai.



Versi asli dalam bahasa Inggris:

Children Learn What They Live
By Dorothy Law Nolte, Ph.D.

If children live with criticism, they learn to condemn.
If children live with hostility, they learn to fight.
If children live with fear, they learn to be apprehensive.
If children live with pity, they learn to feel sorry for themselves.
If children live with ridicule, they learn to feel shy.
If children live with jealousy, they learn to feel envy.
If children live with shame, they learn to feel guilty.
If children live with encouragement, they learn confidence.
If children live with tolerance, they learn patience.
If children live with praise, they learn appreciation.
If children live with acceptance, they learn to love.
If children live with approval, they learn to like themselves.
If children live with recognition, they learn it is good to have a goal.
If children live with sharing, they learn generosity.
If children live with honesty, they learn truthfulness.
If children live with fairness, they learn justice.
If children live with kindness and consideration, they learn respect.
If children live with security, they learn to have faith in themselves and in those about them.
If children live with friendliness, they learn the world is a nice place in which to live.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Tangki Cinta Anak

Ini adalah tulisan yang saya rangkum dari Bab 1-2 buku "Hypnotherapy for Children" karya Adi W. Gunawan, seorang ahli hipnoterapi. Penjelasan teori dalam buku tersebut banyak membukakan mata saya mengenai apa yang sebenarnya menjadi "akar permasalahan" ketika perilaku anak kita bermasalah. Ini sangat membantu saya memahami anak dan bagaimana saya harus bersikap dan memperlakukan anak. Bagi saya ini bukan hanya sekedar teori. Tidak ada yang mengatakan menjadi orang tua itu gampang, tapi tidak ada yang mustahil untuk ditangani selama kita berpikir positif. Karena itu saya pribadi selalu membaca dan membekali diri saya dengan ilmu parenting sebanyak-banyaknya, sambil tidak lupa selalu melakukan introspeksi diri dan open-minded , yaitu berusaha tidak menyangkal jika ada masalah dan mengakui jika kita melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu dalam posisi  denial , sesungguhnya anak juga lah yang akan jadi korban, dan itu akan menjadi bumerang bagi orang tuanya se...

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan...

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah ...