Langsung ke konten utama

Hal-hal Kecil Yang Membuat Saya Bahagia

Tadi malam di rumah sepulang saya dari kantor…

Rei : “Pa, ini buat Reivano ya?”
(sambil main mobil-mobilan yang baru saya beli online)
Saya : “Iya, buat Rei”
Rei : “Bagus banget. Terima kasih ya pa” *sambil nyengir lebar, diulang ngomong gitu sampai 2-3x
Saya: “Oh iyaa… sama2”

Selesai main…

Rei : “Diberesin dulu mainannya pa”
Langsung masuk-masukin sendiri semua mobil-mobilannya ke tas mainan, ditutup rapi, dan ditaruh di pinggir lemari

Menjelang tidur…

Saya : “Rei, 5 menit lagi tidur ya”
Rei : “Gak mau”
Saya : “Jadi maunya berapa menit lagi”
Rei : “1 menit lagi” (hehe malah lebih cepet…)
Saya : “Ya udah, 1 menit lagi ya”

5 menit kemudian…

Saya : “Udah lebih dari 1 menit nih, tidur yuk”
Rei : “Iya”
Naik ke tempat tidur
Saya : “Dimatiin ya lampunya… satu, dua… tiga”
(ritual tiap malam kalau mau tidur, sambil Rei tutup mata pakai tangannya, dan dibuka setelah lampu mati)

Setelah lampu mati dan sudah siap mau tidur…

Rei : “Pa, berdoa dulu”
(padahal saya sendiri lupa mau baca doa, dia malah mengingatkan)
Akhirnya bareng-bareng baca doa mau tidur dan Al-fatihah (80% hapal)

Paginya…
Setelah dibujuk-bujuk orang seisi rumah karena gak mau mandi...

Rei : (sambil main kereta Thomas)
Saya : 1 menit lagi mandi ya, kan mau ke sekolah ada acara main-main di sekolah”
Rei : “Iya”

1 menit kemudian…

Saya : “Wah, udah 1 menit nih… yuk mandi, enak biar seger”
Rei : “Nanti dulu, lagi main”
Saya : “Ya udah, 10 detik lagi ya… satu, dua, tiga…”
Rei : (ikut ngitung sampai 10)
Selesai hitungan ke-10 langsung mau ke kamar mandi


Ini cuma sekelumit cerita keseharian bersama Rei (saat ini umur 3 tahun 7 bulan).

Inilah hal-hal kecil yang membuat saya bahagia sebagai orang tua. Saya mencatat ada 4 hal positif dari Rei selama tadi malam sampai pagi tadi:
  1. Kesadaran untuk membereskan mainannya sendiri
  2. Inisiatif untuk berkata terima kasih
  3. Mengingatkan untuk membaca doa sebelum tidur, dan sudah lumayan hapal
  4. Mau menurut untuk tidur dan mandi, meskipun dengan sedikit kompromi (namun memang seperti itulah cara menangani anak yang punya kemauan kuat)
Terlihat simpel, tapi semuanya punya cerita panjang di belakangnya, dan butuh perjuangan. Maksudnya perjuangan untuk membuat Rei seperti sekarang.

Contohnya, betapa sulit untuk mulai membuat Rei mengerti, mau, dan sadar akan pentingnya membereskan mainan. Dari mulai mencari cara-cara kreatif untuk dia mau memasuk-masukkan sendiri mainannya, sampai memberi pengertian. Tapi sekarang sudah mulai terlihat hasilnya.

Saya juga belajar bahwa selama kita berpikir positif, maka kitapun akan mendapatkan hasil yang positif pada anak kita. Jangan lah tega untuk mempunyai pikiran negatif ke anak-anak kita, karena sesungguhnya tidak ada anak yang nakal.

Call me 'katrok', tapi bukan bisa cepat membaca, menulis, atau berhitung yang membuat saya bahagia (karena saya tahu Rei pasti akan bisa pada waktunya nanti)... tapi saya bahagia ketika saya tahu bahwa Rei bisa mulai mandiri dan menjadi anak yang baik. Inilah justru hal yang lebih penting dibangun sejak dini.

But behold. It's just the beginning! 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Tangki Cinta Anak

Ini adalah tulisan yang saya rangkum dari Bab 1-2 buku "Hypnotherapy for Children" karya Adi W. Gunawan, seorang ahli hipnoterapi. Penjelasan teori dalam buku tersebut banyak membukakan mata saya mengenai apa yang sebenarnya menjadi "akar permasalahan" ketika perilaku anak kita bermasalah. Ini sangat membantu saya memahami anak dan bagaimana saya harus bersikap dan memperlakukan anak. Bagi saya ini bukan hanya sekedar teori. Tidak ada yang mengatakan menjadi orang tua itu gampang, tapi tidak ada yang mustahil untuk ditangani selama kita berpikir positif. Karena itu saya pribadi selalu membaca dan membekali diri saya dengan ilmu parenting sebanyak-banyaknya, sambil tidak lupa selalu melakukan introspeksi diri dan open-minded , yaitu berusaha tidak menyangkal jika ada masalah dan mengakui jika kita melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu dalam posisi  denial , sesungguhnya anak juga lah yang akan jadi korban, dan itu akan menjadi bumerang bagi orang tuanya se...

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan...

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah ...