Mau mengulas sedikit mengenai tulisan yang beberapa hari terakhir ini ramai di-share hampir di semua group WA. Tulisan tentang AQ (Adversity Quotient) ini menurut saya sangat bagus, jadi layak untuk saya simpan di blog ini.
Seperti dikutip dari tulisan itu:
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Saya bukan mau membahas lebih jauh mengenai definisi tersebut. Saya hanya mau bercerita bahwa tulisan itu telah menyadarkan dan membuat saya bepikir kembali apakah kita sebagai orang tua sudah memiliki AQ yang cukup?
Coba ingat-ingat lagi.
Apakah kita sendiri masih gampang mengeluh ketika kita menghadapi kesulitan?
Apakah kita suka mencari 'excuse' ketika kita melakukan kesalahan (misal menyalahkan orang lain atau keadaan)?
Apakah kita masih sering merasa seharusnya ada orang lain yang membantu kita ketika kita mengalami kesulitan?
Apakah kita gampang marah, kesal, mengumpat, bahkan meratapi nasib ketika ada sesuatu hal yang tidak berjalan sesuai keinginan kita?
Atau jangan-jangan kita sendiri masih gampang mengeluh ketika menghadapi anak kita yang kelakuannya tidak bisa ditebak?
Bukan mau menuding atau menyalahkan siapa-siapa. Tapi saya sendiri tersadar bahwa saya pun masih memiliki AQ yang sangat rendah. Mungkin saya sudah terlalu lama terbuai akan fasilitas dan segala bantuan yang selama ini saya dapat dari kecil.
Kalau kita mau mendidik anak-anak kita untuk memiliki AQ yang tinggi, kita sebagai orang tua juga harus mau berusaha memperbaiki AQ kita. Harus selalu diingat bahwa orang tua adalah panutan dan contoh bagi anak-anaknya.
Yang terpenting adalah menjadikan kegagalan dan kesulitan sebagai motivasi dan pelajaran untuk lebih baik lagi ke depannya.
Jadi, siapkah untuk introspeksi diri?
Berikut ini tulisan yang dikutip dari WA group:
KAJIAN PARENTING
By : Ibu Elly Risman
(Senior Psikolog dan Konsultan, UI)
Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi Allah yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri .
Jangan memainkan semua peran,
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.
ya jadi ayah,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,
Anda bukan anggota tim SAR!
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.
Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.
#Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!".
#Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja".
#Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan".
#Kecipratan sedikit minyak
"Sudah sini, Mama aja yang masak".
Kapan anaknya bisa?
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana,
Apa yang terjadi ketika bencana benar2 datang?
Berikan anak2 kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Kemampuan menangani stress,
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.
Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.
Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Tampaknya sepele sekarang...
Secara apalah salahnya kita bantu anak?
Tapi jika anda segera bergegas mnyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Sakit sedikit, mengeluh.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.
Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.
AQ?
Apa itu?
ADVERSITY QUOTIENT
Menurut Paul G. Stoltz,
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?
Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tidak sanggup lagi.
So, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup...
Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,
sedikit menangis,
sedikit kecewa,
sedikit telat,
dan sedikit kehujanan.
Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.
Ajari mereka menangani frustrasi.
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,
Apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?
Bisa2 anak anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.
Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi,
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.
Tapi sadarilah,
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.
Selamat merenung.🌷🌷🌷
Seperti dikutip dari tulisan itu:
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Saya bukan mau membahas lebih jauh mengenai definisi tersebut. Saya hanya mau bercerita bahwa tulisan itu telah menyadarkan dan membuat saya bepikir kembali apakah kita sebagai orang tua sudah memiliki AQ yang cukup?
Coba ingat-ingat lagi.
Apakah kita sendiri masih gampang mengeluh ketika kita menghadapi kesulitan?
Apakah kita suka mencari 'excuse' ketika kita melakukan kesalahan (misal menyalahkan orang lain atau keadaan)?
Apakah kita masih sering merasa seharusnya ada orang lain yang membantu kita ketika kita mengalami kesulitan?
Apakah kita gampang marah, kesal, mengumpat, bahkan meratapi nasib ketika ada sesuatu hal yang tidak berjalan sesuai keinginan kita?
Atau jangan-jangan kita sendiri masih gampang mengeluh ketika menghadapi anak kita yang kelakuannya tidak bisa ditebak?
Bukan mau menuding atau menyalahkan siapa-siapa. Tapi saya sendiri tersadar bahwa saya pun masih memiliki AQ yang sangat rendah. Mungkin saya sudah terlalu lama terbuai akan fasilitas dan segala bantuan yang selama ini saya dapat dari kecil.
Kalau kita mau mendidik anak-anak kita untuk memiliki AQ yang tinggi, kita sebagai orang tua juga harus mau berusaha memperbaiki AQ kita. Harus selalu diingat bahwa orang tua adalah panutan dan contoh bagi anak-anaknya.
Yang terpenting adalah menjadikan kegagalan dan kesulitan sebagai motivasi dan pelajaran untuk lebih baik lagi ke depannya.
Jadi, siapkah untuk introspeksi diri?
Berikut ini tulisan yang dikutip dari WA group:
KAJIAN PARENTING
By : Ibu Elly Risman
(Senior Psikolog dan Konsultan, UI)
Kita tidak pernah tahu, anak kita akan terlempar ke bagian bumi Allah yang mana nanti, maka izinkanlah dia belajar menyelesaikan masalahnya sendiri .
Jangan memainkan semua peran,
ya jadi ibu,
ya jadi koki,
ya jadi tukang cuci.
ya jadi ayah,
ya jadi supir,
ya jadi tukang ledeng,
Anda bukan anggota tim SAR!
Anak anda tidak dalam keadaan bahaya.
Tidak ada sinyal S.O.S!
Jangan selalu memaksa untuk membantu dan memperbaiki semuanya.
#Anak mengeluh karena mainan puzzlenya tidak bisa nyambung menjadi satu, "Sini...Ayah bantu!".
#Tutup botol minum sedikit susah dibuka, "Sini...Mama saja".
#Tali sepatu sulit diikat, "Sini...Ayah ikatkan".
#Kecipratan sedikit minyak
"Sudah sini, Mama aja yang masak".
Kapan anaknya bisa?
Kalau bala bantuan muncul tanpa adanya bencana,
Apa yang terjadi ketika bencana benar2 datang?
Berikan anak2 kesempatan untuk menemukan solusi mereka sendiri.
Kemampuan menangani stress,
Menyelesaikan masalah,
dan mencari solusi,
merupakan keterampilan/skill yang wajib dimiliki.
Dan skill ini harus dilatih untuk bisa terampil,
Skill ini tidak akan muncul begitu saja hanya dengan simsalabim!
Kemampuan menyelesaikan masalah dan bertahan dalam kesulitan tanpa menyerah bisa berdampak sampai puluhan tahun ke depan.
Bukan saja bisa membuat seseorang lulus sekolah tinggi,
tapi juga lulus melewati ujian badai pernikahan dan kehidupannya kelak.
Tampaknya sepele sekarang...
Secara apalah salahnya kita bantu anak?
Tapi jika anda segera bergegas mnyelamatkannya dari segala kesulitan, dia akan menjadi ringkih dan mudah layu.
Sakit sedikit, mengeluh.
Berantem sedikit, minta cerai.
Masalah sedikit, jadi gila.
Jika anda menghabiskan banyak waktu, perhatian, dan uang untuk IQ nya, maka habiskan pula hal yang sama untuk AQ nya.
AQ?
Apa itu?
ADVERSITY QUOTIENT
Menurut Paul G. Stoltz,
AQ adalah kecerdasan menghadapi kesulitan atau hambatan dan kemampuan bertahan dalam berbagai kesulitan hidup dan tantangan yang dialami.
Bukankah kecerdasan ini lebih penting daripada IQ, untuk menghadapi masalah sehari-hari?
Perasaan mampu melewati ujian itu luar biasa nikmatnya.
Bisa menyelesaikan masalah, mulai dari hal yang sederhana sampai yang sulit, membuat diri semakin percaya bahwa meminta tolong hanya dilakukan ketika kita benar2 tidak sanggup lagi.
So, izinkanlah anak anda melewati kesulitan hidup...
Tidak masalah anak mengalami sedikit luka,
sedikit menangis,
sedikit kecewa,
sedikit telat,
dan sedikit kehujanan.
Tahan lidah, tangan dan hati dari memberikan bantuan.
Ajari mereka menangani frustrasi.
Kalau anda selalu jadi ibu peri atau guardian angel,
Apa yang terjadi jika anda tidak bernafas lagi esok hari?
Bisa2 anak anda ikut mati.
Sulit memang untuk tidak mengintervensi,
Ketika melihat anak sendiri susah, sakit dan sedih.
Apalagi menjadi orangtua, insting pertama adalah melindungi,
Jadi melatih AQ ini adalah ujian kita sendiri juga sebagai orangtua.
Tapi sadarilah,
hidup tidaklah mudah,
masalah akan selalu ada.
Dan mereka harus bisa bertahan.
Melewati hujan, badai, dan kesulitan,
yang kadang tidak bisa dihindari.
Selamat merenung.🌷🌷🌷
Komentar
Posting Komentar