Langsung ke konten utama

Mengapa Kita Harus Berhenti Mendewa-dewakan Susu Sapi

1. Komposisi susu sapi lebih cocok untuk anak sapi, bukan manusia
Komposisi susu sapi sebetulnya tidak cocok untuk manusia karena memang diciptakan untuk anak sapi. Laktosa (Gula Susu) yang terkandung di dalamnya justru lebih banyak menimbulkan masalah kesehatan seperti obesitas, kolesterol, dll. Kalsium yang terkandung dalam susu sapi pun sebetulnya tidak dikenali komposisinya oleh tubuh manusia, sehingga tidak bisa diserap dengan baik. Tidak ada susu lain yang perlu manusia konsumsi selain ASI.

2. Kalsium dalam susu sapi tidak mudah diserap oleh tubuh manusia
Seringkali orang mementingkan asupan susu sapi karena kandungan kalsiumnya. Padahal kalsium dari susu sapi tidak mudah diserap oleh tubuh manusia, dan justru akan menjadi “sampah” dalam tubuh. Inilah mengapa anak yang banyak mengkonsumsi susu sapi justru lebih mudah sakit. Masih banyak makanan berkalsium lain yang mudah diserap kalsiumnya oleh tubuh manusia (seperti brokoli dan lettuce). Kandungan kalsium dalam ASI masih yang terbaik untuk bayi/anak manusia, karena 100% bisa diserap. Lagipula pertumbuhan tulang tidak hanya  membutuhkan kalsium tapi juga banyak zat gizi lainnya seperti vitamin D, zinc, zat besi, magnesium, dll. yang tidak dimiliki oleh susu.

3. Manusia tidak mengkonsumsi susu sapi sebelum pabrik susu ditemukan
Sebelum ditemukannya peternakan dan pabrik susu sapi, manusia tidak mengenal dan tidak mengkonsumsi susu sapi. Faktanya manusia jaman dahulu justru berumur lebih panjang, bertulang kuat, dan sehat. Ini menunjukkan bahwa secara kodrat manusia memang tidak membutuhkan susu sapi.

4. Statistik menunjukkan persentase osteoporosis lebih tinggi di negara yang konsumsi susunya tinggi
Fakta telah berbicara. Statistik ini dikarenakan susu mempunyai sifat acid (asam) yang mengakibatkan imun tubuh menurun. Untuk menjaga kondisi asam-basa, tubuh akan mengambil jatah kalsium dari tulang, sehingga justru tulang menjadi kekurangan kalsium dan akhirnya mudah terjangkit osteoporosis. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa susu bisa memicu kanker dalam jangka panjang.

5. Susu Formula dan UHT adalah makanan olahan yang mengandung zat sintetis
Susu sapi murni tidak mungkin langsung dikonsumsi oleh manusia karena mengandung banyak bakteri. Oleh karena itu susu harus diproses lewat proses pasteurisasi untuk dijadikan susu UHT atau bubuk. Pemanasan suhu tingkat tinggi pada proses pasteurisasi membuat semua kandungan gizi dalam susu sapi menjadi rusak, termasuk enzim-enzim yang dibutuhkan untuk mencerna susu. Ketiadaan enzim menyebabkan susu bubuk/UHT susah dicerna. Kandungan zat-zat gizi (seperti vitamin, DHA, dsb.) yang dicantumkan dalam kemasan susu bubuk/UHT adalah zat sintetis yang ditambahkan belakangan. Bisa dibayangkan jika manusia mengkonsumsi zat sintetis yang tidak alami terus menerus dalam jumlah banyak.

6. Manusia memasuki fase “Lactose Intolerant” setelah usia 2 tahun
Dibutuhkan enzim khusus dalam tubuh untuk bisa mencerna laktosa (gula susu). Bayi masih memiliki enzim ini. Namun setelah usia 2 tahun (usia anak disapih) enzim ini akan terus berkurang. Dengan sendirinya kemampuan tubuh untuk mencerna laktosa susu juga akan semakin berkurang. Gejalanya mulai dari sakit perut, diare, sampai sembelit. Rata-rata orang Asia adalah “lactose intolerant”. Ini juga menjadi petunjuk bahwa manusia sebetulnya memang tidak membutuhkan susu sapi, dan sebaiknya tidak dipaksakan.

7. Pemerintah pun sudah menghentikan program 4 Sehat 5 Sempurna
Program 4 Sehat 5 Sempurna dicanangkan pemerintah pada tahun 1955 dan memasukkan susu sapi sebagai salah satu asupan penting. Namun pada tahun 1990-an banyak ditemukan problem gizi dalam masyarakat seperti kegemukan dan obesitas. Sejak tahun 2000-an pemerintah sudah menghapuskan program ini dan menggantinya dengan program “Konsep Gizi Seimbang”. Program ini lebih detil memaparkan kebutuhan gizi dengan mempertimbangkan usia, dan tidak lagi mencantumkan susu sapi sebagai asupan khusus yang penting, namun hanya sebagai salah satu dari banyak pilihan makanan.


Catatan tambahan:

Mengapa sebaiknya anak tidak diberi susu sapi di pagi hari:

1. Susu sapi mengandung kalori tinggi tapi bukan asupan yang tepat di pagi hari
Susu sapi memang mengandung kalori yang tinggi dan karena itu akan membuat kenyang. Meskipun demikian, susu bukanlah asupan yang tepat di pagi hari karena lebih susah dicerna meskipun bentuknya cair. Ini karena adanya kandungan laktosa yang butuh enzim khusus untuk bisa dicerna. Salah satu efeknya perut bisa terasa kembung. Belum lagi pertimbangan negatif lainnya terhadap susu sapi.

2. Sebagian anak tidak langsung lapar ketika bangun tidur di pagi hari
Sebagian anak butuh menunggu beberapa saat sebelum dia merasa lapar di pagi hari. Pemberian susu sapi akan merusak rasa lapar itu. Jadi kalau kita berharap anak mau sarapan nasi atau makanan berat bergizi lain, jangan buru-buru beri anak susu sapi.

3. Susu sapi lebih praktis dan karena itu bisa diberikan belakangan
Susu sapi dalam kotak bisa dibawa dan mudah diberikan kapan saja. Karena itu bisa diberikan belakangan dalam keadaan darurat jika kita memang khawatir anak tidak makan apa-apa sebelum ke sekolah atau pergi ke tempat lain. Namun sebaiknya tetap utamakan asupan makanan yang bisa dikunyah mengingat efek negatif susu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Tangki Cinta Anak

Ini adalah tulisan yang saya rangkum dari Bab 1-2 buku "Hypnotherapy for Children" karya Adi W. Gunawan, seorang ahli hipnoterapi. Penjelasan teori dalam buku tersebut banyak membukakan mata saya mengenai apa yang sebenarnya menjadi "akar permasalahan" ketika perilaku anak kita bermasalah. Ini sangat membantu saya memahami anak dan bagaimana saya harus bersikap dan memperlakukan anak. Bagi saya ini bukan hanya sekedar teori. Tidak ada yang mengatakan menjadi orang tua itu gampang, tapi tidak ada yang mustahil untuk ditangani selama kita berpikir positif. Karena itu saya pribadi selalu membaca dan membekali diri saya dengan ilmu parenting sebanyak-banyaknya, sambil tidak lupa selalu melakukan introspeksi diri dan open-minded , yaitu berusaha tidak menyangkal jika ada masalah dan mengakui jika kita melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu dalam posisi  denial , sesungguhnya anak juga lah yang akan jadi korban, dan itu akan menjadi bumerang bagi orang tuanya se...

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan...

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah ...