Langsung ke konten utama

Peace, Tolerance, and Respect (PTR)


Peace, Tolerance, & Respect (PTR) adalah nama acara tahunan yang diselenggarakan oleh sekolah anak-anak saya. Anak-anak menginap dua hari satu malam di sekolah dalam rangka bulan Ramadhan, tapi uniknya diikuti oleh siswa dari semua agama.

Yang muslim menjalani semacam pesantren kilat. Yang Katolik melakukan retreat singkat. Yang Kristen, Buddha, Hindu juga punya kegiatannya masing-masing.

Selain itu ada beberapa kegiatan yang dihadiri oleh semua siswa lintas agama, di mana di situ mereka melakukan diskusi dan berdialog. Ada juga pembicara tamu dari beberapa organisasi yang menjunjung toleransi seperti dari Wahid Foundation dan Gusdurian.

Anak-anak tidur di ruangan-ruangan kelas, di mana siswa dari berbagai agama berbaur di situ.
Acara yang menurut saya sangat positif yang memberi pelajaran bagi siswa bahwa perbedaan itu memang ada, tapi kita bisa saling menghormati tanpa mengurangi keimanan masing-masing.

Jujur selama ini saya terkadang merasa minder melihat anak-anak di keluarga muslim lainnya yang menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah Islam. Mereka bisa begitu banyak mendapat asupan ilmu agama Islam, bahkan bisa khatam Al-Quran berkali-kali. Tapi mungkin ini juga jalan yang ditunjukkan untuk anak-anak saya, karena saya merasa mendapat hal-ha
l spesial lainnya di sekolah ini.

Senang sekali anak-anak saya bisa mengenal dan mengalami keberagaman serta belajar saling menghormati sedari kecil, karena seperti itulah nanti dunia yang nyata.

Di rumah pun mereka sudah bisa bercerita dan aware bahwa si A beragama Islam, si B Katolik, dst. tanpa merasa itu adalah suatu keanehan. Mereka bisa berteman dengan siapa saja. Mereka juga banyak bertanya dan berdiskusi dengan saya mengenai perbedaan agama, semisal kenapa kalau Natal begini, kalau Lebaran begitu, kenapa di agama Islam begini, di agama Kristen begitu, dst. Bagi saya itu bukan pertanyaan-pertanyaan yang tabu, dan akan saya jawab semampu saya secara positif tanpa menjelek-jelekkan pihak manapun.

Alhamdulillah, ketiga anak saya setiap tahun sudah mau menjalani puasa Ramadhan full sampai maghrib atas kesadaran mereka sendiri, tanpa perlu saya paksa atau iming-imingi apapun.

"Dia yang bukan saudara seiman, adalah saudara dalam kemanusiaan" (Sayyidina Ali RA)

Terima kasih kepada pihak sekolah yang sudah menggagas acara sekeren ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Tangki Cinta Anak

Ini adalah tulisan yang saya rangkum dari Bab 1-2 buku "Hypnotherapy for Children" karya Adi W. Gunawan, seorang ahli hipnoterapi. Penjelasan teori dalam buku tersebut banyak membukakan mata saya mengenai apa yang sebenarnya menjadi "akar permasalahan" ketika perilaku anak kita bermasalah. Ini sangat membantu saya memahami anak dan bagaimana saya harus bersikap dan memperlakukan anak. Bagi saya ini bukan hanya sekedar teori. Tidak ada yang mengatakan menjadi orang tua itu gampang, tapi tidak ada yang mustahil untuk ditangani selama kita berpikir positif. Karena itu saya pribadi selalu membaca dan membekali diri saya dengan ilmu parenting sebanyak-banyaknya, sambil tidak lupa selalu melakukan introspeksi diri dan open-minded , yaitu berusaha tidak menyangkal jika ada masalah dan mengakui jika kita melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu dalam posisi  denial , sesungguhnya anak juga lah yang akan jadi korban, dan itu akan menjadi bumerang bagi orang tuanya se...

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan...

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah ...