Langsung ke konten utama

Serba Serbi Mencari Pendidikan Yang Terbaik

Rhenald Kasali ternyata pernah gak naik kelas waktu sekolah dulu. Begitu juga Dimas Jayadiningrat. Tapi mereka tetap bisa menjadi orang sukses. Kenapa bisa begitu?

Ini jadi menimbulkan pertanyaan. Apakah nilai akademik adalah segalanya? Atau ada hal lain yang lebih penting dalam pendidikan?

Indonesia punya Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, dengan gagasan tentang pendidikannya yang luar biasa. Konon sistem pendidikan di Finlandia yang terkenal maju justru sejalan dengan gagasan beliau. Ironisnya, pendidikan di Indonesia sendiri sangat jauh dari itu. Ajaran "Tut Wuri Handayani" lebih sering jadi slogan belaka daripada kenyataan.

Sebagai orang yang pernah mengalami pahitnya mengejar nilai akademik ketika sekolah dulu, namun menyadari ternyata kenyataan tidak seindah harapan, dan sekarang menjadi ortu yang sedang berjuang memberikan pendidikan terbaik buat anak-anak sendiri, saya selalu tertarik dengan hal-hal yang memberi wawasan baru tentang pendidikan.

Harapan masih ada. Salah satunya mungkin datang dari cucu Ki Hajar Dewantara, Ibu Antarina. Dalam podcast ini, ia membahas bagaimana pendidikan seharusnya mempersiapkan anak menghadapi masa depan, yang kita sendiri tidak tahu pasti akan seperti apa. Apa saja aspek penting yang harus diperhatikan? Itu semua dibahas di sini.

Ada satu hal yang menjadi catatan saya: salah satu kunci yang bisa membuat orang menjadi sukses adalah kemampuan untuk refleksi diri dan belajar mandiri (self-reflection & self-learning). Tidak ada yang namanya kegagalan, yang ada adalah pelajaran (there are no mistakes, only lessons). Yang terpenting adalah bagaimana seseorang mengambil pelajaran dari setiap kegagalan atau kesalahan yang dia lakukan.

Sebagai ortu, saya jadi tersentil. Saat anak melakukan kesalahan, seharusnya tahan diri banget untuk gak berkata:

"Tuh kan... "

"Makanya..."

"Kan udah dibilang..."

Karena sesungguhnya kata-kata itu hanya akan membuat anak menjadi defensif dan berusaha membela diri saja, alih-alih mau merefleksi diri dan belajar dari kesalahan.

Seperti Ibu Antarina bilang, dalam tumbuh kembang anak, porsi pengaruh lingkungan rumah adalah 50%, sekolah 40%, dan lingkungan lain 10%. Rumah (yang artinya adalah ortu) punya peran terbesar. Artinya, kalau ingin anak sukses, orang tua juga harus mau terus belajar, berkembang, dan upgrade diri. Karena mendidik anak bukan sekadar memberi tahu, tapi memberi contoh.

https://youtu.be/O0XyHcChnpY?si=hkNMOnUaIsD9e5KD

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Tangki Cinta Anak

Ini adalah tulisan yang saya rangkum dari Bab 1-2 buku "Hypnotherapy for Children" karya Adi W. Gunawan, seorang ahli hipnoterapi. Penjelasan teori dalam buku tersebut banyak membukakan mata saya mengenai apa yang sebenarnya menjadi "akar permasalahan" ketika perilaku anak kita bermasalah. Ini sangat membantu saya memahami anak dan bagaimana saya harus bersikap dan memperlakukan anak. Bagi saya ini bukan hanya sekedar teori. Tidak ada yang mengatakan menjadi orang tua itu gampang, tapi tidak ada yang mustahil untuk ditangani selama kita berpikir positif. Karena itu saya pribadi selalu membaca dan membekali diri saya dengan ilmu parenting sebanyak-banyaknya, sambil tidak lupa selalu melakukan introspeksi diri dan open-minded , yaitu berusaha tidak menyangkal jika ada masalah dan mengakui jika kita melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu dalam posisi  denial , sesungguhnya anak juga lah yang akan jadi korban, dan itu akan menjadi bumerang bagi orang tuanya se...

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan...

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah ...