Langsung ke konten utama

[Video] Bahaya Susu Formula dan Strategi Jahat Pemasarannya

Baru menemukan video ini sekitar 2 minggu yang lalu. Semakin terkuak buruknya susu formula dan strategi jahat pemasarannya. (Dan saya pun semakin dendam kesumat dengan susu)

Melihat bidan dalam video ini, saya jadi teringat dengan dokter anak yang pernah kami kunjungi beberapa waktu lalu. Mungkin kondisinya sama dengan bidan yang diwawancarai di video ini.

Lihat betapa semangat dan bangganya bidan itu menceritakan afiliasinya dengan produsen susu formula, bagaimana kuliahnya dibiayai dan peralatan prakteknya disponsori oleh si produsen susu. Sebagai timbal balik, secara tidak langsung dia menjadi duta pemasaran produk susu formula yang bersangkutan dengan menyebarkannya kepada pasiennya.

Hampir serupa, dokter anak yang pernah kami kunjungi itu pun secara gamblang menyarankan konsumsi susu formula merek En*****w untuk anak kami. Tidak heran, setelah diperhatikan ternyata banyak alat peraga dan permainan anak di tempat prakteknya yang berlabel sponsor si produsen susu tersebut.

Bidan dalam video ini adalah bidan yang praktek di daerah yang segmennya adalah masyarakat menengah ke bawah. Sementara dokter anak kami adalah dokter yang cukup terkenal di ibu kota, yang antrian pasiennya juga cukup panjang, yang segmen pasiennya pasti kaum menengah ke atas. Mengejutkan, ternyata semuanya sama!

Saya tidak bisa menyalahkan si bidan dan si dokter. Mungkin selama ini mereka juga tidak sadar dan tidak tahu bahwa mereka sebetulnya sedang diperalat dan dibodohi oleh para produsen susu. Tapi intinya, strategi ini sudah menyusup ke semua segmen. Betapa kuatnya dana para produsen susu 'merangkul' dokter-dokter dan bidan-bidan.

Sudah banyak penelitian yang dilakukan, dan fakta-fakta yang terjadi di lapangan. Termasuk dari pengalaman dan pengamatan saya selama ini. Susu formula, dan susu sapi pada umumnya, memang lebih banyak efek negatifnya, terutama merusak sistem imun tubuh.

Silakan dicek dan amati. Kalau ada ibu-ibu yang mengeluh anaknya sering sakit batuk pilek, sembuh sebentar kemudian sakit lagi. Atau anaknya terlihat gampang sekali tertular penyakit. Atau ada anak yang gampang alergi ini itu. Atau si anak gampang muntah. Atau keluhan-keluhan penyakit lainnya. Coba tanya atau perhatikan, apakah anaknya masih minum susu formula? Bisa ditebak jawabannya.

Di anak umur lebih lanjut biasanya efeknya juga lebih berat. Kalau ada anak yang sering radang amandel, coba juga tanya atau amati, apakah masih minum susu.

Ada yang berkelit, banyak anak-anak yang selama ini minum susu sapi tapi tidak masalah. Menurut saya bukan tidak masalah, tapi orang tuanya saja yang tidak ngeh dan sadar bahwa masalah-masalah kesehatan yang mungkin ada selama ini sebetulnya berakar dari konsumsi susu. Biasanya mereka malah menuding hal-hal lain sebagai penyebabnya, seperti misalnya kecapekan, main di luar terlalu lama, berenang terlalu lama, dsb. Padahal hal-hal itu tidak akan menyebabkan sakit jika daya tahan tubuh anak bagus. Main di luar justru sangat bagus untuk anak.

Pada anak yang sering radang amandel, justru amandelnya yang kemudian disalahkan. Padahal itu adalah bagian penting dari sistem imun tubuh. Radang adalah tanda tubuh protes ada asupan yang tidak benar, jadi bukan malah amandelnya yang dioperasi.

Tapi tidak ada atau jarang orang tua yang mempertanyakan hal yang lebih mendasar dan hakiki, yaitu apa yang menyebabkan imun tubuh anaknya begitu lemah? Celakanya lagi kalau hanya menganggap memang seperti itu lah anak yang masih kecil.

Daya tahan tubuh berbeda sangat-sangat jauh antara anak susu formula dan anak non-susu formula. Ini pengalaman pribadi dengan anak pertama dan kedua saya. Dari daya tahan tubuh sampai nafsu makan, jauh lebih baik anak kedua saya yang tidak minum susu formula, meskipun keduanya sama-sama ASI ekslusif 6 bulan dan masih lanjut ASI sampai umur di atas 1,5 tahun.

Tidak perlu juga pusing memikirkan apa penggantinya jika kita stop susu formula. Bukan juga dengan menggantinya dengan susu UHT. Selama anak sudah bisa makan, tugas kita adalah memastikan variasi dan jumlah makanannya cukup dan sehat. Anak tidak mau makan juga bukan alasan untuk kemudian memberinya susu formula. Kebanyakan anak pasti melewati fase susah makan, atau populer dengan istilah GTM (gerakan tutup mulut). Tapi ini bisa dirunut penyebabnya dan dicarikan solusinya. Lagipula itu biasanya hanya bersifat temporer. Justru buru-buru menyumpalnya dengan susu formula akan semakin merusak pola makan si anak, dan si anak pun kehilangan kesempatan untuk belajar. Karena sesungguhnya makan juga adalah proses belajar untuk anak, termasuk merasakan apa itu kenyang dan lapar. Bagaimana anak bisa belajar untuk semangat makan jika dia tidak pernah merasa lapar?

Kodrat manusia adalah makan, bukan minum susu seumur hidup. Anak sapi pun tidak minum susu induknya lagi begitu dia bisa makan rumput. Jika masih ada yang bilang susu adalah sumber kalsium utama, itu bohong. Ternyata kalsium yang terkandung di sayur-sayuran (seperti brokoli, lettuce, kacang-kacangan) itu jauh lebih mudah dan efektif diserap oleh tubuh manusia, serta jauh lebih sehat. Kalsium dalam susu sapi tidak dikenal dan karena itu tidak dapat diserap dengan baik oleh tubuh manusia, dan pada akhirnya hanya menumpuk dalam tubuh menjadi 'sampah'. Itulah kemudian mengapa terjadi degradasi imun tubuh, karena tubuh kerjaannya hanya 'sibuk' membersihkan sampah-sampah tadi. Belum lagi mempertimbangkan faktor lactose intolerant pada mayoritas manusia di Indonesia, yang efeknya bisa menimbulkan diare sampai sembelit.

Mungkin ini terdengar aneh, karena selama ini yang masyarakat kita tahu susu adalah asupan yang sangat baik dan perlu untuk anak. Tapi faktanya tidak demikian.

Jualan susu formula di negara maju mungkin sudah tidak laku. Karena itu produsen susu formula (yang kebanyakan dari luar negeri) pun menyasar negara-negara berkembang seperti Indonesia, yang ternyata adalah sasaran yang sangat empuk. Generasi Emas, Generasi Platinum, itu hanya jargon iklan si produsen agar produknya laku.

Jadi teringat kata-kata dr. Tan Shot Yen. Salah satu cara negara maju menghancurkan negara berkembang adalah lewat makanannya.

Kita sebagai orang tua memang harus cermat dan lebih cerdas mengedukasi diri kita sendiri. Bidan dan dokter juga manusia, tidak semua omongan mereka mutlak benar. Berusaha lebih kritis. Buka mata dan buka pikiran. Yang mainstream belum tentu selalu benar. Jangan sampai kita tutup mata anak kita sakit-sakitan, hanya karena menganggap yang penting minum susu. Sesuatu yang baik tidak mungkin membuat sakit-sakitan. Miris bagi saya melihat betapa masih banyak orang yang begitu mendewa-dewakan susu sapi.

Jika ada seminar parenting pun sekarang saya lebih kritis, apakah sponsornya produk susu formula atau sejenisnya. Seminar parenting yang benar dan netral biasanya tidak disponsori oleh susu formula atau makanan bayi instan. Jika ya, niscaya isi seminar akan disusupi pesan-pesan sponsor yang menyesatkan.

Tidak mau kan anak-anak kita menjadi bagian dari anak-anak penyakitan seperti yang diliput di video ini?

"Anak-anak mungkin hanya 20% populasi dunia, tapi mereka adalah 100% masa depan dunia."

Dan pasti 100% masa depan kita. Jadi berbuatlah yang terbaik untuk mereka.

Silakan disimak baik-baik videonya.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Teori Tangki Cinta Anak

Ini adalah tulisan yang saya rangkum dari Bab 1-2 buku "Hypnotherapy for Children" karya Adi W. Gunawan, seorang ahli hipnoterapi. Penjelasan teori dalam buku tersebut banyak membukakan mata saya mengenai apa yang sebenarnya menjadi "akar permasalahan" ketika perilaku anak kita bermasalah. Ini sangat membantu saya memahami anak dan bagaimana saya harus bersikap dan memperlakukan anak. Bagi saya ini bukan hanya sekedar teori. Tidak ada yang mengatakan menjadi orang tua itu gampang, tapi tidak ada yang mustahil untuk ditangani selama kita berpikir positif. Karena itu saya pribadi selalu membaca dan membekali diri saya dengan ilmu parenting sebanyak-banyaknya, sambil tidak lupa selalu melakukan introspeksi diri dan open-minded , yaitu berusaha tidak menyangkal jika ada masalah dan mengakui jika kita melakukan kesalahan. Jika orang tua selalu dalam posisi  denial , sesungguhnya anak juga lah yang akan jadi korban, dan itu akan menjadi bumerang bagi orang tuanya se...

Cerita Setelah 4 Bulan Sekolah di Preschool HS

Tahun lalu kami sempat sangat sedih ketika mengetahui anak pertama kami, Rei (saat ini 4 tahun), ditolak masuk di sekolahnya yang sekarang. Tapi sepertinya memang Allah sudah punya rencana lain. Banyak hikmah positif yang bisa diambil dari peristiwa itu. Hikmah pertama, kami jadi berusaha lebih keras untuk mengejar “ketertinggalan” yang dialami Rei. Dari mulai mengurangi dan akhirnya menghentikan gadget, lebih banyak berinteraksi dua arah dengannya, sampai berusaha membuat bicaranya menjadi lebih jelas, bahkan lewat ahli terapi wicara. Alhamdulillah, Rei berhasil dan dinyatakan diterima di percobaan masuknya yang kedua di tahun berikutnya. Hikmah kedua adalah, kami jadi bisa lebih membandingkan hasil pendidikan antara sekolah yang satu dengan yang lainnya, dan menilai mana kurikulum yang memberikan hasil yang lebih nyata. Dan dengan begitu juga kami bisa lebih yakin apakah kami sudah membuat keputusan yang tepat. Untuk anak kedua, kami jadi bisa lebih siap dan tidak perlu melakukan...

Proses Lebih Penting daripada Hasil (Kaitannya dengan Pola Asuh Anak)

Pola pikir yang lebih mementingkan HASIL ketimbang PROSES sepertinya memang sudah sangat mendarah daging di masyarakat kita. Dari hal kecil yang bisa kita temui sehari-hari, sampai hal besar, semua mencerminkan kalau ‘kita’ memang lebih senang langsung menikmati hasil, tapi enggan atau malas melewati prosesnya. Ini artinya lebih banyak orang yang tidak sabar, cenderung ambil jalan pintas, dan mau gampangnya saja, yang penting hasilnya tercapai. Hasil memang penting, tapi proses untuk mencapai hasil itu lebih penting lagi. Gak percaya? Tidak usah jauh-jauh. Untuk mendapat nilai A di sekolah, banyak cara yang bisa ditempuh. Lebih baik mana, si Ali yang belajar sungguh-sungguh, atau si Mawar yang mendapat nilai atas hasil mencontek? Dua-duanya sama mendapat nilai A. Tapi proses untuk mencapai nilai A itu yang membuat si Ali jauh lebih berkualitas dibanding si Mawar. Di dunia nyata pasti akan kelihatan ketika mereka harus mengimplementasikan ilmu yang mereka miliki. Memang sudah ...